TatarMedia.ID - Ibadah kurban, yang erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Adha, memiliki akar sejarah yang sangat dalam, jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW.
Tradisi kurban ini merupakan cerminan dari pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT, yang telah ada sejak awal peradaban manusia.
Asal mula ibadah kurban dapat ditelusuri hingga zaman Nabi Adam AS, melalui kisah kedua putranya, Habil dan Qabil. Keduanya diperintahkan untuk mempersembahkan qurban kepada Allah.
Baca Juga: Bolehkah Gabungkan Puasa Tarwiyah dan Arafah dengan Qadha Ramadhan? Ini Hukumnya!
Habil, yang berprofesi sebagai peternak, mempersembahkan seekor kambing terbaik miliknya dengan hati yang ikhlas.
Sementara Qabil, seorang petani, mempersembahkan hasil panennya yang kurang baik dengan keikhlasan yang kurang.
Allah SWT menerima qurban Habil dan menolak qurban Qabil. Kisah ini mengajarkan keikhlasan hati dan kualitas persembahan, bukan hanya wujudnya semata. Peristiwa ini dicatat dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 27.
Namun, sejarah ibadah qurban yang paling melekat dan menjadi dasar syariat Idul Adha bagi umat Muslim adalah kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS. Melalui serangkaian mimpi, Allah SWT memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail.
Baca Juga: 6 Tips Jitu Membeli Kambing Terbaik untuk Kurban Idul Adha
Perintah ini adalah ujian keimanan yang luar biasa. Dengan ketabahan dan ketaatan yang tak tergoyahkan, Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan perintah tersebut.
Nabi Ismail pun menunjukkan kepasrahan yang sama mulianya. Namun, tepat sebelum pisau menyentuh leher Ismail, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba jantan yang besar.
Kisah ini, yang diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Ash-Shaffat ayat 102-107, menunjukkan bahwa Allah tidak menginginkan darah atau daging, melainkan ketulusan hati dan kepasrahan total hamba-Nya.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Ini Ide Masakan Daging Qurban Selain Disate
Pada masa Nabi Muhammad SAW, ibadah kurban kembali ditegaskan dan menjadi salah satu syariat yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah), bagi umat Islam yang mampu.