Apakah Boleh Merayakan Tahun Baru Islam dengan Tradisi Lokal? Ini Pandangan Ulama

TatarMedia.ID - Tahun Baru Islam, yang diperingati setiap tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah, kerap dirayakan di berbagai daerah di Indonesia dengan beragam tradisi lokal.

Perayaan Tahun Baru Islam ini sering kali menjadi momen untuk berkumpul, berdoa, dan melakukan berbagai kegiatan keagamaan maupun adat.

Namun di balik kemeriahan tersebut, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya merayakan Tahun Baru Islam, mengingat tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Qur'an maupun Hadits yang memerintahkan perayaan ini.

Baca Juga: Malam 1 Suro Jatuh Pada 26 Juni 2025, Ini Makna dan Tradisi dalam Penanggalan Jawa

Sebagian ulama, khususnya yang berasal dari Arab Saudi, berpandangan bahwa mengucapkan "tahni'ah" atau ucapan selamat tahun baru Hijriah tidak termasuk bagian dari syariat Islam.

Menurut fatwa Syaikh al-Utsaimin di Mausu'ah al-Liqa asy-Syahri, tidak disarankan untuk mengucapkan selamat tahun baru terlebih dahulu. Akan tetapi, membalas ucapan selamat dari orang lain diperbolehkan.

Baca Juga: Jangan Salah! Ini Pantangan Malam Satu Suro dalam Kepercayaan Jawa

Pandangan ini didasarkan pada prinsip kehati-hatian dalam praktik keagamaan, dan menghindari penambahan hal-hal baru yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Hadits.

Bertolak belakang dengan pendapat sebelumnya, Buya Yahya, Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon, justru meyakini bahwa perayaan Tahun Baru Islam adalah hal yang diperkenankan dan berpotensi menjadi syiar Islam.

Baca Juga: Jatuh Pada Malam Jumat Kliwon, Ini Sejarah dan Tradisi Malam Satu Suro

"Kita perlu hadirkan syiar tahun baru Hijriah. Ini bukan hari raya... Hari raya hanya Idul Adha dan Idul Fitri. Akan tetapi di saat kita mengangkat syiar Muharram tahun baru, ini punya maksud bahwa Islam punya (penanggalan khusus -red)," terangnya.