TatarMedia.ID – Aksi unjuk rasa kembali digelar di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (25/08/2025).
Massa menyuarakan sejumlah tuntutan, salah satunya seruan agar lembaga DPR RI dibubarkan.
Seruan itu langsung menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk praktisi hukum. Ketua Biro Hukum PPBNI Satria Banten sekaligus Sekretaris DPC PERADI Depok periode 2025–2027, P. Tarigan S.H yang menilai ajakan pembubaran DPR tidak bisa dipandang sederhana.
Baca Juga: Tak Hanya Buruh, Ini Deretan Unsur Masyarakat yang Ikut Demo 28 Agustus
“Kalau DPR dibubarkan, maka MPR wajib mengamandemen UUD 1945, karena DPR adalah lembaga konstitusional sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 sampai Pasal 21,” ungkap Tarigan.
Menurutnya, DPR memiliki fungsi vital, baik sebagai lembaga legislasi maupun sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Dalam kerangka pemisahan kekuasaan, John Locke dan Montesquieu telah menegaskan pentingnya pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Baca Juga: Demo 28 Agustus: Buruh Tolak PHK dan Desak Kenaikan PTKP Jadi Rp 7,5 Juta
“Kalau DPR dihapus, sistem check and balances akan rusak, dan ini berarti sistem ketatanegaraan Indonesia juga harus berubah total,” jelasnya.
Tarigan menambahkan, wacana pembubaran DPR tidak tepat. Menurutnya, jika ada anggota DPR yang dinilai tidak layak, mekanisme pemecatan atau penindakan bisa dilakukan secara personal, bukan dengan membubarkan lembaga.
Baca Juga: Aksi Demo Hari Ini di Gedung DPR: Ini 4 Tuntutan Masyarakat yang Menggema
"Kekisruhan yang muncul lebih kepada perilaku personal anggota DPR, bukan kesalahan lembaganya,” ujarnya.
Ia juga menyinggung sikap Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Syahroni, yang dinilai menggunakan kata-kata kurang pantas saat menolak gagasan pembubaran DPR.