“Keluhan warga terhadap matel (mata elang) melakukan tindakan perampasan kendaraan secara paksa, ancaman, dan kekerasan yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas,” ungkap Paulus Tarigan.
Ia menegaskan, warga yang menjadi korban wajib melaporkan kasus semacam ini kepada Kepolisian.
Menurut Paulus Tarigan, dasar hukum jelas menyebutkan bahwa penarikan paksa dapat dijerat pidana.
“Dasar hukum penarikan kendaraan oleh debt collector yang paksa adalah perbuatan yang melawan hukum dan dapat dijerat pasal pidana seperti Pasal 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan) karena pengambilan paksa sering disertai ancaman atau kekerasan, serta UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” jelasnya.
Sekretaris DPC Peradi Depok juga menekankan, eksekusi kendaraan harus melalui permohonan pengadilan.
“Penarikan kendaraan harus melalui proses permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri dan tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh debt collector,” ujarnya.
Paulus juga menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang mempertegas kewajiban melalui pengadilan.
“Putusan MK mempertegas bahwa penarikan kendaraan oleh perusahaan leasing hanya bisa dilakukan melalui proses pengadilan jika debitur tidak menyerahkan secara sukarela,” ucapnya. Ia menambahkan, jika kreditur atau debt collector tetap melakukan penarikan paksa, maka tindakan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata.