Pertemuan para ulama yang diinisiasi Komite Hijaz akhirnya tercetus pada 31 Januari 1926 yang diikuti setidaknya 65 ulama besar se Jawa dan Madura.
Komite Hijaz ini menjadi cikal bakal yang akhirnya mendorong tercapainya kesepakatan para ulama untuk mendirikan Nahdlatul Ulama dengan KH. Hasyim Asyari sebagai Rais Aam dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Katib awal dan KH. Abdul Chalim sendiri merupakan Katib Tsani (Sekretaris kedua) pada kepengurusan PBNU periode awal berdiri.
Baca Juga: Cara Mudah Setting TV Digital Sendiri Tanpa Bantuan Ahli Antena
Sosok KH. Abdul Chalim juga merupakan pembina kerohanian organisasi semi militer Hizbullah, sekaligus pendiri Hizbullah wilayah Majalengka dan Cirebon.
Tidak hanya itu KH. Abdul Chalim pernah terjun langsung bersama Hizbullah di beberapa medan pertempuran diantaranya di Cirebon, Majalengka, dan Surabaya.
Dengan semangat dan perjuangannya, beliau dijuluki Muharrikul Afkar yang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan, sebutan lain yang disandangkan kepadanya adalah Mushlikhu Dzatil Bain (pendamai dari kedua pihak yang berselisih) karena beliau sering mendamaikan para ulama yang bersitegang.
Sosok ulama besar, pejuang, dan pemikir ini juga pernah menjabat anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Sosok KH. Abdul Chalim wafat di Leuwimunding pada 12 Juni 1972. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu “Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto” yang kini sedang berproses menjadi Universitas Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto.