"Ini harus diperbaiki agar partai yang ikut pemilu benar-benar punya dukungan nyata," tambahnya.
Ia kembali menegaskan, verifikasi yang ketat juga diperlukan untuk memastikan partai politik memiliki akar yang kuat di masyarakat.
Jika tidak, partai yang mencalonkan presiden tanpa dukungan publik hanya akan menjadi beban politik.
Anwar Usman dan Dissenting Opinion
Di sisi lain, Hakim Konstitusi Anwar Usman bersama Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menyampaikan dissenting opinion atas putusan ini.
Menurut keduanya, permohonan penghapusan Presidential Threshold yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).
"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas, sehingga permohonan ini seharusnya tidak dapat diterima oleh MK," tegas Anwar Usman dalam pandangannya.
Baca Juga: Melalui Desain Kreatif, Teluh Jampang Angkat Identitas Pajampangan dan Filosofi Budaya Sukabumi
Permohonan uji materi ini sebelumnya diajukan oleh Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Anwar dan Daniel berpendapat bahwa MK seharusnya menolak permohonan tersebut sejak awal.
Putusan ini akan berdampak pada perubahan aturan main pencalonan presiden dalam Pemilu 2029.
Dengan penghapusan Presidential Threshold, partai politik tidak lagi memerlukan syarat ambang batas untuk mengajukan calon presiden.
Baca Juga: Diskon 50 Persen Tarif Listrik PLN Berlaku Mulai Hari Ini
Namun, pelaksanaannya masih bergantung pada revisi UU Pemilu yang saat ini tengah direncanakan.