"Memang benar, bahwa para ilmuwan Jepang mengeluarkan peringatan pasca gempa Miyazaki M7,1 kemarin. Kekhawatiran itu muncul karena gempa besar tersebut dipicu oleh salah satu segmen di Megathrust Nankai." Terangnya.
Di zona Megathrust ini, lanjut Daryono, terdapat palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka disebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu. Gempa M7,1 kemarin dikhawatirkan menjadi pemicu atau pembuka gempa dahsyat berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.
"Jika kekhawatiran akan terjadinya gempa yang disampaikan para ahli Jepang tersebut menjadi kenyataan, tentu saja akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak tetapi juga akan memicu tsunami," tegas Daryono.
Baca Juga: Gempa Terkini Maluku BMKG : Tidak Berpotensi Tsunami
Pertanyaannya, jika gempa dahsyat itu terjadi apakah ada efeknya terhadap lempeng-lempeng tektonik yang ada di Indonesia?
"Jika terjadi gempa besar di Megathrust Nankai, dipastikan deformasi batuan skala besar yang terjadi tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh, dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai," jelas Daryono.
Selanjutnya, jika gempa dahsyat di Megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi, apakah ada kemungkinan terjadi tsunami?
Baca Juga: Ancaman Sesar Besar Sumatera dan Tsunami, BMKG : Sesar Besar Sumatera di Darat Tidak Memicu Tsunami
"Kemungkinan besar gempa besar tersebut dapat memicu tsunami, karena setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut (tsunami),"
Tentu saja hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia.
"Namun demikian kita tidak perlu khawatir karena apa yang terjadi di Jepang dapat kita pantau secara realtime dan kita analisis dengan cepat termasuk memodelkan tsunami yang bakal terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga BMKG akan segera meyebarluaskan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, kususnya wilayah Indonesia bagian utara," terangnya.
Baca Juga: Penjelasan BMKG Terkait Gempa Enggano Bengkulu
Menurut Daryono, Kekhawatiran ilmuwam Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap “Seismic Gap” Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata “tinggal menunggu waktu” karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," tegasnya.