TatarMedia.ID - Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, akhirnya angkat bicara menanggapi tuduhan kepemilikan perusahaan tambang ilegal.
Sebelumnya, isu itu ramai diperbincangkan ketika Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengungkap bahwa Sherly Tjoanda terlibat dalam setidaknya lima perusahaan tambang, yang menimbulkan dugaan konflik kepentingan karena posisinya sebagai kepala daerah.
Dalam pernyataannya, Sherly Tjoanda menyatakan bahwa dirinya tidak lagi aktif sebagai pengurus perusahaan terkait, menyiratkan bahwa keterlibatannya dalam bisnis tambang telah berkurang.
Baca Juga: Netizen Geram! Cucun Ahmad Syamsurijal Dikritik Usai Sebut MBG Tak Butuh Ahli Gizi
Meski begitu, publik masih mempertanyakan struktur kepemilikan dan kendali yang melekat pada dirinya, terutama setelah laporan JATAM menyebut hubungan Sherly dengan perusahaan-perusahaan tambang melalui kelompok usaha Bela Group.
Di tengah tekanan tersebut, Sherly memilih jalur diam saat menghadapi media usai menghadiri rapat di Gedung KPK.
Ia hanya menyatakan, “Kita komunikasi urusan KPK saja,” sebelum meninggalkan lokasi tanpa memberi klarifikasi langsung atas tuduhan.
Tuduhan ini bukan sekadar urusan bisnis semata: menurut JATAM, praktik rangkap jabatan antara pejabat publik dengan pemegang saham perusahaan swasta bisa melanggar UU Administrasi Pemerintahan.
Baca Juga: Prabowo Resmikan Smartboard di SMPN 4 Bekasi: Dorong Digitalisasi Pendidikan
Kritik juga datang dari masyarakat adat di Maluku Utara, di mana aktivitas tambang disebut telah memicu konflik agraria dan menekan ruang hidup komunitas lokal.
Meski begitu, Sherly juga mengingatkan bahwa penyelesaian persoalan pertambangan harus di jalur hukum dan proses mediasi.
Sebelumnya, ia telah menyatakan komitmen untuk mengawal konflik tambang di Maluku Utara melalui kerja sama dengan aparat keamanan dan lembaga hukum, agar penyelesaian berjalan “berdasarkan hukum dan tidak mengorbankan masyarakat.”
Baca Juga: Ahmad Sahroni Pilih Robohkan Rumah yang Dijarah Massa, Ini Alasan di Baliknya